Lawas(puisi lisan tradisional) yang merupakan cermin jiwa anak-anak, getar sukma muda-mudi dan orang tua. Sejarah Lawas Lawas yang dikenal sejak dahulu hingga sekarang ini tidak dimiliki oleh perorangan tetapi merupakan milik bersama turun-temurun. Ahli lawas menurunkan kepada anak cucunya secara lisan. Lawas itu tidak ditulis dalam buku khusus.
================== By Andra Shate Taubat Sadar gama tu kasepak goyo ate no kabolat telas bae ka po mate ka batungku nonda balat ka po ada tu basala goyo po nan tu ramanjeng ta bagian pang dunia lalo datang nan palangan mate telas ka mo jangi terjemahan ======== semoga sadar orang yang kecewa jangankan hati tak terpisah hidup saja harus mati pernah menyatu tanpa batas menikah masih ada orang bercerai jangankan itu orang pacaran ini takdir didunia pergi-datang itu perjalanan mati-hidup sudah perjanjian
LawasTau Loka, l awas y ang isinya tentang nasehat atau pesan bersifat dedaktis yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya atau kepada yang lebih muda. Jumat, 17 Agustus 2012 Lawas Sambut Tamu ByAndra Shate TaubatBelo ola sia turetjango sanak bawa rungansia datang ba-tamueTamu datang bawa runganketok lawang ucap salamku alu, waalaikum salamalu sia dadi tamusles kawa tepung pangansila sanak na kangilaLAWAS LUCUNYA===========Sila sanak na kangilabale kaku bale siana sia jual baemowkwkwkwkwkwksles kawa tepung pangansia pamit lalo moleku pakeke eneng bayarwkwkwkwkwkwkSia datang bawa sopanku terima kewa senangkurang sopan ku salasikwkwkwkwkwkwkwk LawasTau Loka, lawas yang isinya tentang nasehat atau pesan bersifat dedaktis yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya atau kepada yang lebih muda. Lawas ini biasanya berisikan ajaran moral, agama dan lawas ini sering dipakai untuk menasehati pasangan pengantin. Pati pelajar we ate (Patuhi ajaran wahai sukma)
A. Hakekat Sastra Lisan Samawa lawas Kata lawas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya luas, melawas luas, lapang, lega .[1]Jika dikaitkan dengan ber-lawas dalam masyarakat Samawa balawas yang menunjukkan tentang kegiatan menyampaikan lawas yang terkait dengan suasana hati yang lapang dan lega. Dengan ungkapan lain, lawas adalah the human creation that created and expressed by languange ; by writing or oral that risen the happiness and sadness in the human seul ciptaan manusia yang dilahirkan dan dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulisan yang menimbulkan rasa keindahan dan keharuan dalam lubuk jiwa manusia.[2] Menurut Sumarsono dkk. dalam Kamus Sumbawa-Indonesia terbitan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, lawas adalah sejenis puisi tradisional khas Sumbawa, umumnya terdiri dari tiga baris, biasa dilisankan pada upacara-upacara tertentu.[3] Budayawan Sumbawa Dinullah Rayes menjelaskan bahwa, lawas pada mulanya berinduk pada bahasa Sumbawa yang tidak bisa dideteksi kapan mulai tumbuh/hadir ditengah masyarakat. Namun, kehadirannya dalam kehidupan masyarakat Samawa, berawal sebagai alat ekspresi batin manusia yang diliputi oleh rasa haru, sendu gunda-gulana, mungkin disebabkan oleh musiba atau datangnya marabahaya yang mengancam hidupnya, maka untuk menanggulangi/menghibur dicurahkan perasaannya dalam bentuk kata-kata. Ucapan-ucapan itu tampak menjadi sebuah kekuatan dalam upacara untuk mengusir unsur-unsur yang menimbulkan rasa marabahaya.[4] Tukang pembuat lawas, H. Maswarang mengatakan bahwa, lawas adalah syair-syair yang ditembangkan sebagai bentuk pengungkapan perasaan hati dalam bentuk cinta, sedih, kritik, nasehat, dan sebagainya.[5] Mustakim Biawan mengatakan bahwa, lawas disampaikan secara lisan, sehingga menjadi begitu akrab dengan masyarakat, karena sudah menjadi bagian dari mereka mengekspresikan isi hatinya, apalagi disampaikan dengan cara melagukan.[6] v Lawas tidak memiliki pola tertentu apakah bersajak a-a-a, aa-b,a-bb. v Lawas Samawa difungsikan untuk mengekspresikan batin manusia yang diliputi oleh rasa haru, sendu gunda-gulana, mungkin disebabkan oleh musiba atau datangnya marabahaya yang mengancam hidupnya, maka untuk menanggulangi/menghibur dicurahkan perasaannya dalam bentuk kata-kata. Ucapan-ucapan itu tampak menjadi sebuah kekuatan dalam upacara untuk mengusir unsur-unsur yang menimbulkan rasa marabahaya.[7] Lawas juga difungsikan untuk mengungkapan perasaan hati yang artistik dalam bentuk cinta, sedih, kritik, nasehat, dan sebagainya.[8] lawas berperan sebagai alat perekam peristiwa, juga merupakan media komunikasi dengan manusia lainnya. v Tujuan penciptaan lawas adalah untuk memberikan pandangan/cerminan kepada masyarakat Samawa, bahwa dalam lawas terdapat nilai nasehat, pandangan hidup, kepercayaan, cara berfikir, dan nilai budaya etnis Samawa yang patut diteladani oleh masyarakatnya, baik dalam hubungannya dimasa lalu, masa sekarang, maupun untuk masa yang akan datang. B. Jenis Lawas Samawa Karya sastra tau Samawa seperti balawas, pada hakekatnya adalah puisi yang dilagukan. Lawas itu lahir dengan berbagai cara, ada yang dilagukan sendiri, ada pula secara bepasangan atau bermain-main dalam suatu kempulan. Bila diiringi “rebana kebo” rebana besar dengan memakai “ulan” melodi anosiyep sebelah matahari terbit dinamakan sakeco. Bila diiringi “rebana ode” rebana kecil dengan “ulan Taliwang” dinamakan langko. Bila diiringi seruling sarune dinamakan bagandang. Jika ditambahkan dengan koor “gero” disebut saketa.[9] Ada bermacam-macam lawas berdasarkan kelompok umur a. Sastra lisan lawas anak-anak tau ode yang mengedepankan dunia anak-anak yang penuh kegembiraan. Contoh Ma tunung andi ma tunung Meleng tunung kubeang me Jangan jadi kembo kopang Mari tidur adik marilah tidur Bangun tidur kuberi nasi Lauk dari susu kerbau yang panas b. Sastra lisan lawas muda-mudi taruna-dadara Berkisar sekitar perkenalan, percintaan, berkasih-kasihan, perpisahan, beriba hati. Lawas ini, biasanya dilantunkan saat bertemu jejaka dan gadis ketika menanam padi, saat memotong padi di sawah, dikala menonton keramaian kerapan kerbau, dan dalam permainan barempuk bertinju. Di sinilah terjadi pertautan batin, memendamkan perasaan, maka terjadilah kelumrahan, seperti tercermin pada lawas di bawah ini Ajan sumpama kulalo Kutarepa bale andi Beleng ke rua e nanta seandainya aku bertandang Mampir di rumah adinda Adakah gerangan belas kasihan Malalo kau e suratBawa salam doa kakuBada ling ada rasate pergilah suratku Bawa salam dan doaku Sampaikan bahwa aku mencintainya Rasate kaku andi eKu potret kau kuni poYa timal nonda ku gita keinginanku wahai adinda Seharusnya aku memotretmu Sebagai pengganti dikala aku tidak melihatmu Ajan mu gita rua ateLit rea ada si sisiKo kau no kuto sanga seandainya kamu mengetahui isi hatiku Lautan yang luas pasti bertepi Tetapi perasaanku padamu, tiada bertepi Tingi mara palaning reNongka ku ngasan baruakKu roa rari ku kawa tinggi seperti batang ilalang Aku tidak merasa letih mendaki Ku mau karena kuyakin Petang sarawi kuipiSipu ku kamata ruaBato mo batepang dating Datang kusangangkang ruaKutulang kemas katawaAndi no bosan ku tulang ku datang menghadapkan wajah Dirimu, kau tersenyum ceria Adinda tidak bosan kutatap Bua no bosan ku tulangManang mara ka tu pasukTokal mara ka tu antinKu tulang bungkun angkang si Bua ku tokal barangkangKu buya rua ling ateAda ke nasib ya kompal c. Sastra lisan lawas orang tua tau loka berintikan pendidikan islam nasihat agama dan tasawuf falsafi. Dalam hal ini menyelami lubuk hati orang tua yang bersifat didaktis berisi pelajaran dan sebagian lagi berintikan ajaran agama islam. Hal ini, dikarenakan orang tua pada umumnya memang lebih senang dengan syair yang bernuansa nilai keagamaan, seperti mengingatkan kewajiban beribadah, menyebut kematian, mengagungkan Allah, dsbnya. Contoh Ada intanku samodeng Kusangisi kotak mesir Ya timal umak rampek ban ada intanku sebutir Kusimpan dalam kotak mesir Penantang ombak penghempas papan Nyawa lalo bilen tubu Rendup nangis ling poto ban Masi po asi dunia jiwa /roh meninggalkan jasad Merintih dan bersedih di ujung papan Karena masih mendambahkan kehidupan duniawi Pamuji tentu ko Nenek Nosi bau tu kabaeng Ada pang tu bajele pujian hanya untuk Allah Tidak bisa untuk dimilki Ada tempat kita bersandar Sai sate nyaman mate Laga mo rembet sembahyang Lema nyaman nyawa lalo siapa yang ingin bahagia Rajin-rajinlah dirikan shalat Niscaya jiwa akan tenang meninggalkan raga Muhammad rasul pilihan Utusan saluruh alam Bawa rahmat kalis repan Muhammad rasul pilhan Utusan seluruh alam Membawa rahmat dari Allah. Sopo lawang katu sonap Leng dunia pang katelas Pang akherat tu baremin kita datang lewat pintu yang satu Di dunia tempat kita hidup Di akherat tempat berkumpul Ramadhan Bulan PuasaTu Boat genap SabulanWajib Lako Tu Bariman Bua Tu Boat PuasaParenta NENE’ Ko UlinNo Balong Lamin Tu Balin Sai Lale Ko ParentaSiong Si Ulin BarimanNa Arap Datang Syafa’at Lagi Dadi Tau TaqwaMin No Sampurna IbadatRapang Tu Mangan No Nginim C. Hakekat Sastra Lisan Sasak Lelakaq Lelakaq dalam bahasa Sasak, sama artinya dengan pantun. Orang Minangkabau menyebut pantun, orang Sumbawa tau Samawa menyebutnya lawas, dan orang dari daerah lainnya entah menyebutnya lain lagi. Lelakaq banyak macamnya, tergantung dari kegunaannya. Jika dipakai balawas namanya lelawas, sementara jika dipakai pada nembang namanya tembang. H. Lalu Muhammad Azhar, 1996 23. D. Jenis Lelakaq Sasak berikut jenis lelakaq sasak 1 Lelakaq Nasehat. 2 Lelakaq Bebajangan muda-mudi. 3 Lelakaq betimbalan lelakaq berkait. 4 Lelakaq Sembilinan perpisahan. 5 Lelakaq Jenaka. H. Lalu Muhammad Azhar, 1996 23. Berikut beberapa contoh lelakaq 1 Kebango enjeq-enjeq Teloq tapong bentel-entel Mun pano eraq lemaq Tain meong mun paran tekel Baris pertama dan kedua adalah sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat adalah isi. v Mun pano eraq lemaq jika Anda turun ke desa esok lusa Tain meong mun paran tekel kotoran kucing dikira jajan tekel. 2 Embe jalan tipaq Rembiga Sayang-sayang ojok baret Ngumbe entan ngitaq sida Kasih sayang endaqna pegat Mana jalan ke tempat Rembiga Sayang-sayang ke barat Bagaimana cara melihat engkau Kasih sayang tidak pernah putus 3 Minaq jejukung kayuq bae Mun palembah kayuq dao Silaq tulung siq sida bae Adeq ta molah leto ngayo Membuat perahu cukup dengan kayu saja Biarpun menggunakan palembah kayu dao Silakan membantu antar sesama saja Biar kita bisa main-main ke sana 4 Mula kesuruh perang Praya Jangka lauq dateng Pujut Sorong serah aji kerama Pusaka laeq masih teturut 5 Jangka timuq perang Pringgabaya Jangka daya dateng Sokong Bayan Adeqda mauq pada memeta Suka begawean polos bekelampan 6 Bukal anteq-anteq Kedebong bawaq alang Mun suka Raden Pateq Tanggep gong gorok lepang. H. Lalu Muhammad Azhari, 1996 23 – 25. v Lelakaq umumnya berpola ab-ab. v Fungsi lelakaq adalah ; a sebagai hiburan dikala hati dibalut duka dan sedih, b sebagai sindiran dan kritikan, c sebagai alat kontrol sosial, d sebagai media untuk menarik perhatian sang kekasih.[10] v Tujuan lelakaq ; a untuk memberikan pandangan kepada masyarakat bahwa dalam lelakaq ada nilai, cara berfikir etnis Sasak yang harus dapat dipetik oleh masyarakatnya, b dengan hadirnya lelakaq dapat menonjolkan identitas bahasa Sasak sekaligus sebagai alat untuk menjaga bahasa Sasak dari kepudaran.[11] E. Kategori yang Dibandingkan antara lawas Samawa dengan lelakaq Sasak a. Lawas Samawa tidak memiliki pola tertentu[12]. Sementara lelakaq umumnya berpola ab-ab. b. Lawas Samawa terdiri atas tiga jenis, berdasarkan kelompok umur, yaitu ; 1 Lawas anak-anak, 2 lawas muda-mudi Taruna-dadara, 3 lawas orang tua/tau loka orang tua. Sedangkan lelakaq Sasak terdiri atas lima jenis, yaitu 1 lelakaq nasehat, 2 lelakaq bebajangan muda-mudi, 3 lelakaq sembilinan perpisahan, 4 lelakaq betimbalan lelakaq berkait, dan 5 lelakaq jenaka. c. Lawas terdiri atas 3 baris setiap bait ; baris pertama dan kedua adalah berisi sampiran, sedangkan baris ketiga adalah isi/makna. Sementara lelakaq sasak terdiri atas 4 baris setiap bait ; baris pertama dan kedua berisi sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat adalah isi/makna. d. Dalam melantunkan lawas harus menggunakan lagu/intonasi, untuk mendramatisasi keindahan bunyi bahasanya. Begitu juga pada lelakaq dalam melantunkan bisa dengan cara lelawas balawas dan ditembangkan. e. Diksi pada lawas cenderung menggunakan bahasa kalam/halus Samawa, sebagai citraan identitas etnis Samawa. Sedangkan diksi pada lelakaq cenderung menggunakan bahasa sehari-hari, dan terkadang juga disimulasikan dalam bahasa kalam Sasak. f. Pencipta cenderung menggunakan/menghadirkan suasana bahasa lawas dalam bentuk konotasi dalam mengapresiasikan hasil karyanya, dan ada juga yang menggunakan kata-kata denotasi. Sedangkan lelakaq terkadang juga menggunakan bahasa konotasi dan denotasi. g. Lawas Samawa difungsikan untuk mengekspresikan batin manusia yang diliputi oleh rasa haru, sendu gunda-gulana, mungkin disebabkan oleh musiba atau datangnya marabahaya yang mengancam hidupnya, maka untuk menanggulangi/menghibur dicurahkan perasaannya dalam bentuk kata-kata. Ucapan-ucapan itu tampak menjadi sebuah kekuatan dalam upacara untuk mengusir unsur-unsur yang menimbulkan rasa marabahaya.[13] Lawas juga difungsikan untuk mengungkapan perasaan hati yang artistik dalam bentuk cinta, sedih, kritik, nasehat, dan sebagainya.[14] lawas berperan sebagai alat perekam peristiwa, juga merupakan media komunikasi dengan manusia lainnya. Sedangkan lelakaq difungsikan; a sebagai hiburan dikala hati dibalut duka dan sedih, b sebagai sindiran dan kritikan, c sebagai alat kontrol sosial, d sebagai media untuk menarik perhatian sang kekasih.[15] h. Tujuan penciptaan lawas adalah untuk memberikan pandangan/cerminan kepada masyarakat Samawa, bahwa dalam lawas terdapat nilai nasehat, pandangan hidup, kepercayaan, cara berfikir, dan nilai budaya etnis Samawa yang patut diteladani oleh masyarakatnya baik dalam hubungannya dimasa lalu, masa sekarang, maupun untuk masa yang akan datang. Sedangkan tujuan penciptaan lelakaq adalah a untuk memberikan pandangan kepada masyarakat bahwa dalam lelakaq ada nilai, cara berfikir etnis Sasak yang harus dapat dipetik oleh masyarakatnya, b dengan hadirnya lelakaq dapat menonjolkan identitas bahasa Sasak sekaligus sebagai alat untuk menjaga bahasa Sasak dari kepudaran.[16] LAMPIRAN TEKNIK MEMPEROLEH DATA TEKNIK INTERVIEW BERIKUT INFORMAN YANG DIJADIKAN SUMBER A Wawancara dengan Dinullah Rayes, 19 Oktober 2006. Dalam Sastra Lisan Lawas Etnis Samawa dan Muatan Nilai Keagamaannya, Oleh Muhammad Saleh. B Wawancara dengan Maswarang, 31 Oktober 2006. Dalam Sastra Lisan Lawas Etnis Samawa dan Muatan Nilai Keagamaannya, Oleh Muhammad Saleh. C Wawancara dengan Mustakim Biawan, 3 November 2006. Dalam Sastra Lisan Lawas Etnis Samawa dan Muatan Nilai Keagamaannya, Oleh Muhammad Saleh. D Interview dengan Bapak Azhari, 20 Mei 2009. DAFTAR PUSTAKA Lalu Manca. 1984. Sumbawa Pada Masa Lalu ; Suatu Tinjauan Sejarah. Surabaya Rinta. Sumarsono et. Al. 1985. Kamus Sumbawa-Indonesia. Jakarta Pusat Pembinaan dan Penelitian Bahasa. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarata Balai Pustaka. Azhar, H. Lalu Muhammad. 1996. Reramputan Pelajaran Bahasa Sasak Untuk Kelas 4 Sekolah Dasar. Klaten Utara PT Intan Pariwara. Azhar, H. Lalu Muhammad. 1996. Reramputan Pelajaran Bahasa Sasak Untuk Kelas 5 Sekolah Dasar. Klaten Utara PT Intan Pariwara. Goverment Tourism Service of Sumbawa. Regional Art of The Principal Tourism Object of Sumbawa. Sumbawa. [1] Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarata Balai Pustaka, 1989 504. [2] Goverment Tourism Service of Sumbawa, the Regional Art of The Principal Tourism Object of Sumbawa Sumbawa tp., 1997 12. [3] Sumarsono et. al, Kamus Sumbawa-Indonesia Jakarta, Pusat Pembinaan dan Penelitian Bahasa, 1985 75. [4] Wawancara dengan Dinullah Rayes, 19 Oktober 2006. [5] Wawancara dengan Maswarang, 31 Oktober 2006. [6] Wawancara dengan Mustakim Biawan, 3 November 2006. [7] Wawancara dengan Dinullah Rayes, 19 Okrober 2006. [8] Wawancara dengan Maswarang, 31 Oktober 2006. [9] Lalu Manca, Sumbawa Pada Masa Lalu ; Suatu Tinjauan Sejarah Surabaya, Rinta, 1984, cet. I. 40. [10] Interview dengan Bapak Azhari, 20 Mei 2009. [11] Interview dengan Bapak Azhari, 20 Mei 2009. [12] Tidak tentu polanya apakah bersajak aa-b,a-bb, a-a-a, dsbnya tergantung keinginan para pencipta lawas. Kalau memang ingin menonjolkan keindahan bunyi bahasa, terkadang menggunakan bahasa yang bernada sama di ujung baris setiap bait, sehingga dapat juga berpola a-a-a. [13] Wawancara dengan Dinullah Rayes, 19 Oktober 2006. [14] Wawancara dengan Maswarang, 31 Oktober 2006. [15] Interview dengan Bapak Azhari, 20 Mei 2009. [16] Interview dengan Bapak Azhari, 20 Mei 2009.
BudayaSumbawa - Barempuk; Lawas Samawa - Tu Rapanan (?) Lawas Samawa - Bua Ate; Lawas Samawa - Numpu (Jempol) Lawas Samawa - Taliwang; Lawas Samawa - Rayuan Maut; Lawas Samawa - Tama Bakatoan; Lawas Samawa - Cemburu; Lawas Samawa - Badengan Dumay; Lawas Samawa - Nasehat Tu Kasepak; Lawas Samawa - Pasangan Setia; Lawas Samawa - RUSAK ATE

Informasi Awal - Tradisi Nyorong merupakan tradisi khas daerah masyarakat suku Samawa di Sumbawa. Tradisi ini merupakan suatu prosesi menghadapi pernikahan atau perkawinan dua pasangan. Tradisi nyorong berlangsung setelah beberapa rangkaian adat lain dilaksanakan seperti bajajag, bakatoan, basaputis, dan bada’. Maka setelah beberapa prosesi diatas dilaksanakan, barulah acara nyorong berlangsung. Bagi masyarakat Sumbawa, nyorong sangat penting, sebagai tanda penghormatan kaum laki-laki terhadap wanita yang akan dinikahinya. Pada umumnya, nyorong merupakan proses hantaran dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan, biasanya diiringi dengan kesenian khas Sumbawa Ratib Rabana ode dan Rabalas Lawas. Barang-barang yang menjadi pokok pada proses nyorong ini merupakan sejumlah barang yang sudah ditetapkan oleh kedua belah pihak pada saat basaputis penentuan jawaban pihak wanita. Misalnya, Pipis Belanya sejumlah uang belanja kemudian Isi Peti berupa emas perhiasan Isi Lemari pakaian si gadis, mulai dari sandal hingga sanggul rambut dan Soan Lemar berupa beras, gula, minyak, kayu bakar dll termasuk kerbau atau sapi. Semua ini akan gunakan untuk menopang prosesi perkawinan yang dilaksanakan ditempat mempelai wanita. 1 Baca Tradisi Mekotek Baca Upacara Rambu SoloPelaksanaan Upacara Nyorong merupakan salah satu prosesi dari serangkaian prosesi pernikahan di tanah Sumbawa Tau Samawa. Prosesi Nyorong ini dilakukan setelah prosesi lamaran atau dalam bahasa lokal sumbawa disebut Bekatoan. Nyorong ini berlangsung dimana pihak laki-laki beserta keuarga mendatangi pihak perempuan kemudian menyampaikan niat dan tujuannya melamar sang perempuan. Kemudian setelah prosesi tersebut di teruskan dengan acara Basaputis memutuskan. Di dalam acara Basaputis ini, prosesi nyorong dan pernikahan di tentukan. Acara Nyorong merupakan prosesi dimana mempelai pria mengantarkan seserahan berupa barang-barang yang sudah disepakati dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Barang-barang tersebut merupakan kelengkapan untuk upacara pernikahan baik untuk acara nikah ataupun acara resepsi besai. Barang-barang yang di bawa dari keluarga mempelai pria tersebut berupa bahan pokok makanan, perlengkapan jajan-jajanm pakaian, ternak sapi, dan lain-lain. Selain itu barang-barang yang dibawa berupa kelengkapan untuk kehidupan sehari-hari pengantin dalam berumah tangga seperti lemari, kasur, dan lain-lain. Perbedaan prosesi Nyorong dengan prosesi seserahan pada umumnya adalah tradisi adat ini dilakukan dengan cara ramai-ramai beserta rombongan dan tokoh masyarakat. Umumnya, orang-orang yang terlibat dalam tradisi ini menggunakan pakaian adat setempat. Nyorong biasanya diiringi dengan alat musik tradisional khas masyarakat adat Sumbawa seperti suling, gong, genang, dan lainnya. Ibu-ibu menyambut keluarga besar dari pihak laki-laki dengan suara hentakan lesung panjang atau yang disebut rontok. Hentakan-hentakan tersebut membentuk irama merdu yang siap menyambut rombongan dari keluarga mempelai laki-laki. Ketika pihak mempelai laki-laki tiba di tempat mempelai perempuan, biasanya ditahan dulu sebelum masuk. Kemudian salah satu dari mereka tokoh masyarakat harus melantunkan lawas atau rabalas lawas dengan pihak perempuan. Hal ini bertujuan untuk memunculkan suasana keakraban dari kedua belah pihak. Setelah itu di lanjut dengan acara penyerahan barang-barang yang dibawa oleh rombongan dari mempelai pria kepada pihak keluarga mempelai perempuan. 2Keunikan Tradisi Nyorong Pihak mempelai laki-laki yang membawa barang hantaran tersebut datang berbondong-berbondong kepada pihak mempelai wanita, dengan diiringi kesenian khas Sumbawa Ratib Rabana Ode. Begitupun dengan pihak mempelai wanita, menyambut kedatangan rombongan mempelai laki-laki dengan rombongan yang ramai pula. Pada saat prosesi nyorong berlangsung disinilah bahasa-bahasa puitis sumbawa dirangkai menjadi bait pantun yang indah atau Lawas Samawa. Lawas biasanya dilantunkan oleh kedua belah pihak secara bergantian yang disebut dengan rabalas lawas. Isi dari lawas tersebut merupakan kata sambutan dari masing-masing pihak atas kebahagiannya menikahkan putra-putri mereka. Contohnya lantunan lawas dari pihak laki-laki biasanya Ka mu pesan kami datang kau pesan kami datang Ola berau kami langan si jalan berdebu kami lalui Totang jangi ke darana ingat janji dengan si gadis Setelah itu, lawas tersebut dibalas kembali oleh pihak wanita sebagai jawaban dari lawas pihak laki-laki Ngibar piyo ling lawang ta burung berkibar depan pintu Pasamada kanatang sia memberitahukan akan kedatangan saudara Tutu lampa ka ling tutu benar juga kata terucap Jadi selain sebagai prosesi hantaran, nyorong juga merupakan salah satu ajang silaturrahmi, karena pada saat nyorong berlangsung banyak orang yang dilibatkan. Termasuk keluarga jauh pun diundang untuk menghadiri prosesi nyorong ini, sembari memperkenalkan diri kepada calon keluarga barunya. 3 Baca Suku Tidung Baca Tradisi SungkemanMakna Filosofis Selain itu ada pula simbol-simbol yang mengandung falsafah dari upacara Nyorong ini. Pihak laki-laki biasanya melengkapi rombongan mereka dengan beberapa batang tebu yang melambangkan keperkasaan seorang laki-laki. Sedangkan dirumah calon pengantin wanita biasanya akan terlihat sebatang pohon pisang. Hal tersebut sesuai dengan simbol sebuah nasehat khas Sumbawa yakni Mara Punti Gama Untung contohilah daun pisang Den Kuning No Tenri Tana daun menguning tak tersentuh tanah Mate Bakolar Ke Lolo sampai matipun tetap bersama Dari sebatang pohon pisang tersebut diharapkan kedua mempelai mampu meneladaninya dalan membangun rumah tangga yang sakinah. Karena pisang walaupun daunnya menguning tetap menetap dipohonnya, tak tersentuh tanah, sampai matipun tetap bersama. Begitulah Lawas-Lawas Samawa sangat erat dengan makna-makna filosofi yang hingga kini masih menjadi bagian dari kehidupan masarakat Sumbawa. 4

BacaJuga: Sejak Dulu Islam Memuliakan dan Menghormati Perempuan. Jika keluar darah melebihi 60 hari, maka itu tidak bisa dihukumi nifas. Darah yang keluar setelah hari ke-60 masuk bab istihadhah. Meski begitu, ada beberapa rambu-rambu yang harus diketahui. "Umumnya di masyarakat memahami nifas harus 40 hari. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pembelajaran yang aktif inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan PAIKEM merupakan pendidikan ideal yang harus diupayakan oleh semua pihak yang terkait dengan dunia pendidikan. Pelaksanaan pendidikan yang berorientasi pada PAIKEM ini sesungguhnya mampu menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa, sehingga melahirkan anak sebagai pebelajar sepanjang yang baik juga mampu menyisipkan nilai-nilai kearifan lokal sebagai pondasi dasar dan karakter pendidikan yang ada di daerah agar mampu memiliki ciri khas yang dapat diterima oleh setiap masyarakat sekolah. Sehingga dalam hal ini, menciptakan pembelajaaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dengan memanfaatkan kearifan lokal merupaakan solusi kreatif yang harus diwujudkan di dunia pendidikan yang ada dimasing-masing gagasan diatas dalam konteks keberadaan kearifan lokal suku Samawa, yang orientasinya bagi dunia pendidikan di Sumbawa sesungguhnya dapat memanfaatkan kearifan lokal yang khas dan menjadi identitas daerah, yaitu rabalas lawas dan basa Samawa. Fathi Al-Qadri dalam blog-nya www. mengartikan lawas sebagai seni sastra yang dapat juga sebagai media hiburan yang dapat ditunjukkan dan dipertotonkan. Lawas dalam hal ini merupakan syair tiga bait yang bisa berisi nasehat, doa, harapan, rayuan, candaan dan berita. Sedangkan basa Samawa diartikan sebagai bahasa Samawa atau bahasa asli orang Sumbawa. Keberadaan kedua kearifan lokal ini telah mulai mengalami pergeseran eksistensi di masayarakat. Padahal yang jikalau dilihat dari hakekatnya, kedua kearifan lokal ini merupakan media komunikasi yang sangat efektif untuk berinteraksi dengan lawan bicara agar dapat terjalin hubungan emosional yang semakin dekat dan akrab. Dengan demikian, sesungguhnya melihat realitas di dunia pendidikan di Sumbawa hasil dari pengamatan dan pengalaman penulis, yang dimana semangat belajar siswa baik di tingkat sekolah dasar hingga menengah atas cukup rendah, maka sesungguhnya dalam dunia pendidikan di Sumbawa harus memberikan angin segar yang dapat memancing siswa untuk memiliki semangat belajar yang tinggi. Semangat belajar siswa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor penentu baik secara eksternal maupun internal. Tapi secara umum, faktor-faktor tersebut bisa berupa adanya rasa takut dan kekhawatiran siswa baik terhadap guru dan materi pembelajaran yang akan diajarkan. Oleh karenanya, setiap guru dapat menggunakan tekhnik unik yang berbasis kearifan lokal untuk memulai kegiatan pembelajaran dengan saling berbalas lawas atau rabalas lawas dengan siswa. Tentu saja, isi lawas yang disampaikan bisa berupa nasihat belajar, isi yang berkaitan dengan materi, atau bisa juga berupa gurauan. Hal ini bertujuan agar siswa terkesan dengan guru, sehingga menjadi tertarik dengan materi pembelajaran yang akan proses pembelajaran juga, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar merupakan suatu hal yang sangat diwajibkan. Namun dalam hal ini, guru juga dapat memanfaatkan basa samawa untuk menjelaskan materi-materi yang dianggap sukar atau susah dipahami dalam bahasa nasional. Hal ini bertujuan untuk membangun komunikasi emosional antara guru dan siswa, sehingga materi yang disampaikan akan dapat dipahami oleh siswa. dan kemudian, sebagai pentup pembelajaran juga, guru dapat menginstruksikan antara siswa saling rabalas lawas, agar terciptanya kegiatan pembelajaran pada bagian akhir yang berkesan dan orientasi menyisipkan kearifan lokal asli Sumbawa ini, selain sebagai solusi guna memancing semangat siswa dalam belajar, hal ini dapat juga ajang pelestarian atas kerifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat harapan kedepannya, semua kegiatan pembelajaran yang ada di sekolah, utamanya di kabupaten Sumbawa dan Sumbawa barat dapat menggunakan cara ini. Karena mengingat dampak yang diberikan akan sangat besar. Daftar Pustaka diakses 7 April 2016 Lihat Humaniora Selengkapnya
Lawasialah ungkapan ekspresi sejenis puisi atau pantun yang berisi tiga baris biasanya dihadirkan pada momen upacara adat, penikahan, dan peristiwa-peristiwa lainnya. Syair bakelong biasanya memiliki pesan moral tentang cinta, nasehat, dan motivasi dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
LAWAS DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT SUMBAWA Fathi Al-Qadri LAWAS Seni sastra yang sangat menonjol di Sumbawa adalah seni sastra “Lawas.” Lawas bagi masyarakat Sumbawa bukan sekadar seni sastra, namun Lawas juga sebagai media hiburan yang dapat dipertunjukkan dan atau dipertontonkan. Lawas menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Sumbawa. Lawas diwariskan dan diturunkan dalam bentuk lisan. Lawas bagi masyarakat Sumbawa menjadi sumber dari segala sumber seni. Lawas akan dilantunkan kedalam berbagai bentuk seni, meliputi Seni Balawas, Rabalas Lawas, Malangko, Badede, Badiya, Bagandang, Bagesong, Sakeco, bahkan tutur atau cerita pun disampaikan dalam bentuk Lawas. Dalam Kamus Bahasa Sumbawa-Indonesia dikatakan bahwa Lawas adalah sejenis puisi tradisi khas Sumbawa, umumnya terdiri atas tiga baris, biasa dilisankan pada upacara-upacara tertentu. Pengertian Lawas pada Kamus Bahasa Sumbawa-Indonesia belum dapat dikatakan lengkap, karena Lawas juga ada yang terdiri atas empat baris, enam baris, dan ada juga yang delapan baris dalam tiap bait. Lawas sebagai puisi lisan tradisional masyarakat etnis Sumbawa dapat kita nikmati dalam berbagai bentuk pertunjukkan. Lawas dipertunjukkan dalam dua bentuk, meliputi 1 dipanggung dan 2 pada saat orang bekerja di sawah, di ladang, saat gotong royong membangun rumah, mengasuh anak, saat upacara adat, saat Karapan Kerbau, Barampok sebagai sebuah tradisi. Lawas yang dilantunkan pada saat beraktivitas biasanya untuk mengurangi rasa sepi, sebagai hiburan, mengalihkan perhatian dari pekerjaan yang dilakukan, dan sebagainya. Kehadiran Lawas di Sumbawa tidak diketahui secara pasti. Kehadiran Lawas bagi masyarakat Sumbawa pada awalnya berperan sebagai media ekspresi batin manusia dan sebagai perekam peristiwa yang terjadi di seputarnya. Apa yang tampak atau yang dipikirkan oleh masyarakat Sumbawa tempo dulu biasanya akan disampaikan melalui Lawas. LAWAS ULAN Lawas Ulan adalah Lawas yang disampaikan berdasarkan konsep kewaktuan. Lawas Ulan tidak boleh diucapkan sembarangan, sebab untuk memulai Lawas Ulan menggunakan penanda waktu. Penanda waktu dapat diperhatikan pada saat Lawas mulai tembangkan. Penanda waktu itu bukan berdasarkan jam, sebab jam pada saat itu di Sumbawa. Penanda waktu yang digunakan adalah berupa keadaan, waktu pagi hari, siang, sore, dan malam hari. Penanda waktu yang dimaksud adalah sebagai berikut Ta Pola Adal Nenrang Jong. Kata yang bergaris bawah di samping adalah penanda waktu. Adal dalam bahasa Indonesia adalah embun atau kabut. Lawas Ulan ano Siup dan ano rawi memiliki perbedaan. Perbedaan antara Lawas ulan ano Siup dan ano rawi terletak pada irama dan tempo lagunya. Lawas ulan di ano Siup iramanya agak mengalun dengan tempo yang lambat, sedangkan Lawas ulan di ano rawi irama alunannya tinggi dengan tempo yang dinamis. LAWAS ULAN SIUP Lawas ulan Siup adalah Lawas yang disampaikan pada pagi hari dengan menggunakan irama dan tempo lagu yang lembut. Lawas ini biasanya disampaikan saat para petani akan berangkat ke sawah/lading atau saat orang-orang sedang menanam padi atau menuai padi secara beramai-ramai di pagi hari sekitar pukul Wita. Berikut ini Lawas ulan Siup. Permulaan Lawas Ulan Siup selalu menggunakan Lawas berikut dan Lawas berikut selalu dimulai oleh laki-laki, contoh Yamubuya Ijo Godong Puin Palemar Parai Ta Pola Adal Nenrang Jong Kau cari si hijau daun. Pohon yang penuh dengan air. Ini karena embun yang menetes Akusi Datang Nenrang Jong Lamin Tenrang Baeng Desa Pitu Ten Nosi Kumole Aku yang datang menetes. Bila ramah seisi kampung. Tujuh tahun tak kupulang. Setelah dua bait Lawas di atas, maka Lawas selanjutnya bisa apa saja tergantung situasi dan kondisi emosi dan perasaan si pelantun Lawas. Perhatikan sair Lawas ulan berikut Kakendung Ling Kuandi E Kupina Pangasa Kau No Tutu Sai Yabola Terlanjur kuucapkan adinda. Kau yang kuharapkan. Tak tahu siapa yang berdusta. LAWAS ULAN PANAS ANO Lawas Ulan Panas Ano adalah Lawas yang disampaikan pada saat siang hari, saat matahari sedang terik/ panas-panasnya. Lawas Ulan Panas Ano berirama dan bertempo tinggi sebagai gambaran semangat. Lawas Ulan Panas Ano disampaikan pada siang hari sekitar pukul Wita. Berikut adalah Lawas Ulan Panas Ano. Kakendung Ling Kuandi E Kupina Pangasa Kau Sipak Lalo Gandeng Jangi Terlanjur ucapku wahai adinda. Menaruh harapan kepadamu. Tak tahunya kamu setengah hati. Kasijangi Ku Ke Kau Mikir Ate Totang Rara Leng To Diri Melasakan Kuberharap berjodoh denganmu. Hatiku mikir aku miskin. Tahu diri tak punya apa-apa Melasakan Nanta Rara Ngining Buya Tuyapendi Kamina Tingi Konang Mal Merana karena miskin. Mencari orang yang mengasihan. Pamanda mulia tapi malu. LAWAS ULAN RAWI ANO Lawas Ulan Rawi Ano adalah Lawas yang disampaikan sore hari, selepas shalat Asar. Lawas Ulan Rawi Ano berirama sendu dan tempo mulai turun dibandingkan dengan Lawas Ulan Panas Ano. Lawas Ulan Rawi Ano biasanya menggambarkan sebuah kesedihan atau pun kebahagiaan. Kondisi sedih dan bahagia bisa terjadi, jika sipelantun Lawas laki-laki diterima oleh pelantun Lawas wanita. Lawas Ulan Rawi Ano adalah Lawas penutup untuk pekerjaan Mataq Rame panen raya pada hari itu. Berikut adalah petikan Lawas Ulan Rawi Ano. Pina ne Anak tungining Tili ano gama mega Lema rep sakiki rara Melangkahlah si Anak merana. Tutuplah mentari wahai awan. Agar teduh si miskin bernaung. Rara inaqku sapuan Nosoda dengan kamikir Pang aku dua ke leno Miskin ibuku dahulu. Tiada teman berpikir. Padaku hanya bersama bayangan. Muto beling gama leno Lema tulung aku mikir Kau baesi kuasa Bicaralah wahai bayangan. Tolonglah aku berpikir. Hanya engkau yang kuharapkan. GANDANG Gandang adalah Lawas yang dilantunkan oleh sekelompok orang dengan diiringi Serunai seruling atau pukulan alu pada lesung Nunya Rame. Gandang dilantunkan oleh sekelompok perjaka dan gadis, apabila sekelompok perjaka dan gadis melantunkan Gandang dengan iringan serunai maka disebut Gandang Suling, jika diiringi dengan pukulan alu pada lesung disebut Gandang nunya/nunya rame. Gandang suling biasanya dilantunkan dalam suasana gembira karena hasil panen berlimpah, karena itu, Lawas-Lawas yang dilantunkan biasanya merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Mahaesa. Gandang suling juga dilantunkan pada malam hari oleh dua orang pemuda yang salah satunya sedang jatuh cinta dan biasanya dilantunkan di tengah sawah saat menjelang padi menguning atau di tempat yang dekat dengan rumah si gadis yang diincar oleh pemuda itu. Lawas yang diungkapkan merupakan ungkapan kasih sayang, cinta, dan janji-janji sang pemuda kepada sang gadis. Gandang selain diiringi oleh Serunai juga ada yang diiringi oleh pukulan alu pada lesung, ini yang disebut dengan Gandang nuja/Nunya Rame. Gandang nuja biasanya dilakukan oleh sekelompok pemudi yang sedang menumbuk padi. Gandang Nuja/Nunya Rame hanya dilakukan pada saat para wanita sedang bergotong royong menumbuk padi di halaman rumah kala bulan terang benderang. Pekerjaan ini dilakukan oleh para wanita untuk membantu tetangga menyiapkan beras ketan yang akan digunakan untuk hajatan. Pada saat seperti ini, biasanya para jejaka datang menyaksikan sambil memperhatikan siapa yang bakal dijadikan pasangan hidupnya mencari jodoh. Lawas-Lawas yang dilantunkan biasanya Lawas muda-mudi yang berisi sindiran, ejekan, dan ungkapan-ungkapan rasa cinta. Berikut petikan Lawas Gandang. Ajan sampama kulalo Kutarepa bale andi Beling ke rua e nanta Seandainya aku bertandang. Mampir di rumah adinda. Adakah gerangan belas kasihan. Dijawab oleh si gadis Lamin tetapmo pang sia Bose sangangkang let rea Naq beang bilu lako len Kalau tetap pendirian. Kayuhlah dayung ke samudra. Jangan berpaling pada yang lain. SAKETA Saketa adalah Lawas yang dikumandangkan oleh sekelompok orang sebagai pernyataan kegirangan atau pembangkit semangat saat mengadakan permainan rakyat atau bergotong-royong membangun rumah, mengangkut kayu besar. Di tengah-tengah orang yang baSaketa, biasanya muncul salah seorang yang mengumandngkan Lawas Saketa yang kemudian disambut serempak oleh anggota kelompok/rombongan dengan suara “ho… bam… baho… bam….” dan seterusnya. Suara-suara pemberi semangat ini disebut dengan Gero/Bagero. Lawas Saketa yang di rangkaikan dengan Gero dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan berat, Barapan Kebo karapan Kerbau, permainan rakyat Barampok/Barempuk tinju ala Sumbawa. Saketa dan Bagero digunakan juga untuk upacara mengiring pengantin Iring Pangantan dari rumah pihak laki-laki ke rumah calon pengantin wanita. Adapun Lawas yang disampaikan saat itu adalah Pangantan ntek Rawi Ano Iring leng mayung satupang Lamin no buta batempang Tuk tak ne mayung Jontal satetak jadi payung Suara rombongan “ho… bam… baho… bam….” Pengantin berangkat sore hari—diiringi serombongan kijang—kalau tidak buta ya pincang—tuk tak wahai kijang—lontar sepotong jadi payung Tradisi Saketa di Sumbawa saat ini sulit ditemukan lagi. Ini disebabkan oleh karena pembangunan rumah di Sumbawa sudah tidak bergotong-royong lagi dan kalaupun ada sudah tidak lagi diadakan BaSaketa. Lawas-Lawas yang disampaikan pun biasanya adalah Lawas yang bersifat menggalang persatuan dan kebersamaan dengan penuh semangat. Ngumang Seorang pria yang menembangkan Lawas dengan lantang sambil mengacungkan dan atau merentangkan kedua tangannya, di salah satu tangannya memegang Mangkar cambuk khas Sumbawa yang khusus digunakan untuk menghalau kerbau pada saat “Barapan Kebo” karapan kerbau sambil menari mengelilingi arena. Ngumang hanya dilakukan pada saat Barapan Kebo, Maen Jaran dan Barampok. Ngumang dilakukan dengan tujuan untuk mengungkapkan kegembiraan karena telah menang, baik pada saat Barapan Kebo maupun pada saat Barampok. Ngumang juga bertujuan untuk memberikan semangat kepada peserta Barapan Kebo dan Barampok sekaligus juga berfungsi untuk memperkenalkan diri kepada penonton. Peserta yang menang biasanya akan Ngumang dan menyampaikan Lawas. Lawas Ngumang bisa seperti petikan Lawas berikut. Ala e sai nongka tan Makatoan lako aku Sa nya baing Gila Roda Siapakah yang belum mengenal—tanyalah padaku—inilah pemilik Gila Roda nama kerbau’ BADEDE Badede adalah menembangkan Lawas yang ditujukan untuk Anak menjelang tidur atau saat pangantin sedang Barodak luluran’. Lawas yang biasa dinyanyikan oleh seorang ibu atau kakak yang sedang menina-bobokan atau mengasuh bayi disebut Badede Anak. Lawas yang dilantunkan pada saat Badede Anak bertemakan permohonan kepada Tuhan Yang Mahaesa agar Anak yang diasuh dapat panjang umur, berguna bagi orang tua, masyarakat, nusa dan bangsa serta agama. Badede Anak disebut juga Lawas Kembang-Kembong. Lawas yang digunakan pada saat Badede Anak tidak sama, tergantung pada umur dan pada tempat dimana Anak ditidurkan. Perbedaan itu terlihat pada irama dan kata-kata dari Lawas yang digunakan. Berikut ini contoh Lawas yang biasa digunakan pada kegiatan Badede Anak. Matunung adi matunung Meleng tunung kubeang me Jangan jadi kembo kopang mari tidur adik mari tidur—bangun tidur kuberi nasi—ikan susu kerbau sehat Adi ode dalam bilik Nyentik ima poyong mama Sadua kita gamandi Adik Mungil dalam kamar—lentik indah jemarimu—kita ini hanya berdua wahai adinda Badede Adat hanya berkembang di kalangan bangsawan Samawa Sumbawa. Badede Adat dilaksAnakan pada saat upacara perkawinan dan Sunat Rasul khitanan. Badede Adat ditembangkan oleh beberapa wanita sambil membunyikan Kosok Kancing sejenis marakas. Badede Adat dilantunkan dalam suasana yang relegius dan dihajatkan agar mereka yang menerima acara ini dalam keadaan selamat serta tidak mudah diganggu makhluk halus. Salah satu upacara yang diiringi Badede Adat adalah pada saat kegiatan Barodak luluran pengantin, baik pria maupun wanita keluarga bangsawan. Pengantin pada saat mau di-Odak dilulur, maka sekelompok wanita melantunkan Lawas Badede Adat. Lawas yang dilantunkan pada saat Barodak adalah sebagai berikut. Dede Intan Mua Dewa Mua Bulaeng Do Nanta Penangmo Intan Manmo Nanges Duhai sayang duhai para Dewa—wahai permata duhai sayang—tenanglah sayang jangan menangis Lamin Leq Tawar Ate Dome No Mane Parana Siong Untung Sama Rela Untung Tusaling Sasakit Bila lama kau menangis—andaikan tidak merusak tubuh—bukanlah jodoh sama rela—jadinya jodoh pangkal sengsara Penangmo Intan Manmo Nangis Beang Boe Ling Tutingi Kita Tupasodo Rara Pasodo Apa Pasodo Tenanglah sayang jangan menangis—biarkan habis oleh yang mulia—kita hanya mendekap dalam kemiskinan—milikilah apa yang kau miliki BASUAL Kata basual berasal dari kata sual yang mendapat awalan ba-, sual berarti soal, sedangkan ba- berarti menjadi. Jadi, basual artinya menyampaikan soal. Seseorang yang mengajukan soal yakni dengan menyampaikan sampiran dari sebuah Lawas. Bagi yang hadir dalam kesempatan tersebut dan mengetahui jawabannya, maka akan segera menjawabnya. Jawaban yang disampaikan adalah isi dari sampiran yang dikemukakan. Kegiatan Basual dapat dijumpai pada saat orang sedang membuat atap rumah Nyantek, panen Mataq Rame, di rumah orang yang mau kawin Montok Basai, dan lain-lain. Contoh petikan Lawas Sual. Ayam Buri Desa Utan Parak Ke Desa Samamung Ana Badi Kuring Rate Meporiri Ku Ta Intan Jarang Kubau Batemung Rosa Dadi Rusak Ate Ayam burik desa Utan—dekat dengan desa Samamung—ada badikku di rate. Betapalah caraku duhai kekasih—sangat jarang kita bertemu—hancul luluh hatiku Lalo Mancing Ko Pamulung Entek Lako Desa Pungka Kupandang Desa Malili Lalo Kau Manjeng Urung Kukelek No Balik Bungkak Mumandang Adasi Lili pergi memancing ke Pamulung—naik ke desa pungka—kupandang desa Malili. Pergilah engkau kekasih urung—kupanggil menoleh pun tidak—kau kawin ada juga penggantimu LANGKO Langko merupakan penyampaian Lawas yang dilakukan oleh sekelompok pemuda dan kelompok pemudi yang saling beradu Lawas cinta. Lawas-Lawas yang disampaikan dalam Langko berbeda dengan Lawas Sual. pada saat Malangko, Lawas yang disampaikan harus dijawab dengan Lawas, yang perlu diperhatikan dalam Malangko adalah langgam lagu Lawas yang dibawakan. Langgam lagu Langko ini yang sangat diperhatikan oleh si pelantun, selain juga Lawasnya. Jika tidak mampu mengikuti langgam lagu Langko, maka dianggap kalah, ditertawakan, dan juga malu. Mereka yang akan ikut Malangko harus orang-orang yang pandai baLawas dan juga pandai menembangkan langgam Langko. Kegiatan Malangko biasanya dimanfaatkan oleh para muda-mudi untuk mencari jodoh, oleh karena itu muda-mudi di Sumbawa pada waktu itu berusaha semaksimal mungkin untuk bisa BaLawas. Mereka yang bisa BaLawas di Sumbawa akan mempunyai pergaulan yang luas. Di Sumbawa ada dikenal tiga jenis orang, yakni Nyir Tamat Telu bisa membaca Al-Quran; bisa Ratob; dan bisa BaLawas. Lawas Langko. Putra Kusamula Ke Bismillah Kusasuda Ke Wassalam Nan Ke Salamat Parana kumulai dengan bismillah-kuakhiri dengan wassalam-agar diri jadi selamat Putri Rungan Rame Boat Sia Bagentar Tana Samawa Batomo Nyata Kugita kabarnya meriah pesta Tuan—bergetar tanah Sumbawa—kini nyatalah sudah Putra Tugitaq Nyata Ke Mata Riam Mara Den Baringin No Bola Ne Bawa Rungan nyata terlihat mata—lebat bagai daun beringin—tidak bohong pembawa berita Putri Rungan Balongmu Andi E Kaleng Empang Ko Sakongkang Nomonda Dengan Kubaning tersiar kecantikanmu duhai dinda—dari empang ke Sekongkang—tiada tanding tiada banding SAKECO Sakeco merupakan salah satu bentuk seni yang bersumber dari Lawas. Sakeco banyak digemari oleh masyarakat Tau Samawa Sumbawa. Sakeco dimainkan oleh dua orang pria yang merupakan pasangannya dan masing-masing memegang satu rabana rebana. Rebana yang digunakan adalah bisa Rabana Ode atau Rabana Rango/Rabana Kebo Rebana Besar. Penggunaan dua jenis rebana ini didasarkan pada temung yang akan digunakan. Hanya saja, pada saat Sakeco, rabana yang digunakan harus sejenis. Perbedaan penggunaan dua jenis rabana ini karena perbedaan Temung nada lagu, dan isi Sakeco. Rabana Ode lebih lincah, agresif, lebih variatif, dan jika ditabuh maka akan lebih cepat. Rabana Ode biasa dipakai untuk memainkan temung Sakeco Ano Rawi, sedangkan Rabana Kebo selain mengeluarkan suara lebih besar, temponya lambat, dan juga lebih monoton dari segi nada. Rabana Kebo biasanya digunakan oleh sebagian besar orang Sumbawa Ano Siup. Sakeco merupakan seni yang sangat luwes dan dinamis dibandingkan dengan yang lain. Sakeco dapat dimuati oleh Lawas Nasihat pamuji; Lawas Tau Loka, Lawas Muda-mudi, Lawas tode yang dibuat dalam bentuk tutur cerita naratif. z9PtX. 314 86 140 464 52 468 361 399 398

lawas sumbawa tentang nasehat